
Bappeda Kabupaten Bireuen memfasilitasi dialog antara Badan Kebijakan Fiskal Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Kementrian Keuangan dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Bireuen yang diselenggarakan pada tanggal 19 November 2015 yang bertempat di Aula Bappeda Bireuen dan dipimpin oleh Kabid Ekonomi dan Ketenagakerjaan, Dailami, S.Hut
Acara dialog ini dibuka oleh Kepala Bappeda Kabupaten Bireuen, Ir. Ibrahim Ahmad, M.Si, dalam sambutannya beliau menyampaikan bahwa masalah besar yang dihadapi oleh Kabupaten Bireuen adalah kemiskinan. Tidak meratanya distribusi pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan. Masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh Kabupaten Bireuen, namun kabupaten lainnya juga tidak terlepas dari permasalahan ini. Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan dan angka kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu daerah.
Dalam kesempatan ini beliau juga menyatakan bahwa semakin besar angka kemiskinan, semakin tinggi pula tingkat kesulitan mengatasinya. Daerah yang maju menunjukkan tingkat kesenjangan pendapatan dan angka kemiskinan yang relative kecil dibanding dengan daerah yang sedang berkembang. Walaupun demikian, masalah ini bukan hanya menjadi masalah internal suatu daerah, namun telah menjadi permasalahan bagi nasional, tidak terkecuali Kabupaten Bireuen. Kesalahan pengambilan kebijakan terutama dalam pemanfaatan bantuan dan atau pinjaman, justru dapat berdampak buruk bagi struktur sosial dan perekonomian daerah bersangkutan.
Kepala Bappeda Kabupaten Bireuen juga menyampaikan bahwa Kabupaten Bireuen juga sudah melakukan perhitungan ketimpangan pendapatan dengan Gini Ratio yang bekerja sama dengan Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat UNSYIAH, dimana diperoleh angka Gini Ratio untuk Kabupaten Bireuen sebesar 0,4485 dengan rata-rata pendapatan perbulan sebesar Rp. 5.214.581. Dengan kriteria yang dikembangkan dan dipakai oleh BPS (2013), maka angka ketimpangan tersebut dikategorikan ketimpangan sedang.
Ditinjau dari sisi pengeluaran setiap bulan, tingkat ketimpangan pengeluaran di level kabupaten adalah 0,3890, atau dapat disimpulkan bahwa ketimpangan pengeluaran tingkat rendah dengan rata-rata pengeluaran sebesar Rp. 3,435,423. Hal ini mengindikasikan bahwa di sisi pengeluaran, ketimpangan pengeluaran di Bireuen sudah baik atau tidak timpang.
Dalam paparan yang dipresentasikan oleh Kabid Sosial Budaya dan Sumber Daya Manusia, Irmawati, SP beliau mempresentasikan tentang kondisi umum kemiskinan Kabupaten Bireuen dan memaparkan tentang kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bireuen dalam upaya penanggulangan kemiskinan
Badan Kebijakan Fiskal Pusat kebijakan Ekonomi Makro Kementrian Keuangan telah melakukan kajian mengenai dampak kebijakan fiskal terhadap kemiskinan dan ketimpangan. Dimana melalui Dialog Dengan Pemerintah Daerah: dengan tema Keterkaitan Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Kebijakan Pemerintah Daerah Terhadap Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan menyatakan bahwa Kebijakan fiskal telah digunakan di negara lain untuk mengurangi ketimpangan, tetapi tidak secara signifikan di Indonesia.
Di Indonesia, kebijakan fiskal hanya mampu menurunkan koefisien Gini sebesar 2,5 poin, atau kedua terendah setelah Ethiopia dari 12 negara yang diobservasi. Dari komponen-komponen belanja pemerintah yang diamati pada penelitian ini, mayoritas lebih dinikmati oleh kelompok rumah tangga berpendapatan tinggi, sedangkan program yang efektif justru hanya memiliki porsi anggarannya relatif kecil.
Efektivitas program dapat diukur dengan melihat besar penurunan koefisien Gini terhadap dibandingkan dengan jumlah anggaran. PKH dan BSM merupakan program yang paling efektif dalam menurunkan ketimpangan. Namun, anggaran untuk kedua program ini relatif kecil dibandingkan program-program lain. Dari sisi belanja untuk supply side, belanja pendidikan dan kesehatan efektif dalam menurunkan ketimpangan. Namun, dampak belanja kesehatan tidak terlalu signifikan mengingat benefit yang diterima rumah tangga relatif kecil.
Dari sisi belanja untuk demand side yaitu bantuan sosial antara lain Jamkesmas, BSM, Raskin, dan PKH juga efektif dalam mengurangi ketimpangan. Dari beberapa program tersebut, PKH dan BSM merupakan yang paling efektif dalam menurunkan ketimpangan. Akan tetapi, porsi anggaran kedua program tersebut masih relatif kecil dibandingkan program lainnya. Berdasarkan pengalaman negara-negara lain, dampak instrumen belanja seperti bantuan langsung tunai, belanja pendidikan, dan kesehatan terhadap penurunan ketimpangan lebih besar dibandingkan penggunaan instrumen penerimaan seperti perpajakan dan cukai.
Rencana ke Depan yang akan dilakukan meliputi Melakukan updating menggunakan data terkini yaitu 2015. Membutuhkan data Susenas dan Sakernas hingga tahun 2015. Memasukkan komponen PPh dan belanja infrastruktur dalam perhitungan CEQ. Knowledge sharing hasil studi dengan pemerintah daerah dan mempelajari pokok permasalah setiap daerah sebagai masukan dalam menyusun desain kebijakan yang lebih tepat.
Dialog ini ditutup oleh Asisten Pembangunan dan Keistimewaan Daerah Aceh, Raden Yus Rusmadi, ST. beliau menyampaikan bahwa kesenjangan ekonomi atau ketimpangan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan merupakan dua masalah besar dibanyak daerah, tidak terkecuali Kabupaten Bireuen. Persoalan kesenjangan antar daerah perlu menjadi acuan dalam perumusan perencanaan pembangunan sehingga dapat mendukung kebijakan nasional dalam upaya pemerataan pembangunan. Dan untuk itu dalam rangka memberikan landasan dalam menentukan arah kebijakan untuk mengurangi kesenjangan antar daerah diperlukan data dan informasi tentang seberapa besar kesenjangan pendapatan yang terjadi di dalam masyarakat sehingga dapat memberi gambaran berbagai aspek yang menunjukkan adanya kesenjangan serta dapat memberikan orientasi terhadap berbagai kebijakan dan program pengurangan kesenjangan tersebut.